Kebaikan Adalah Keindahan Yang Memukau
Baik adalah kata yang amat sederhana, ia cocok kepada siapa saja, mudah diterima. Bahkan menjadi idaman bagi setiap orang. Sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan, keberuntungan adalah kata pasti bagi setiap pemilik kebaikan.
Di tengah-tengah keluarga, ia pencipta suasana yang penuh kebahagiaan. Terhadap masyarakat ia menjadi panutan, bagi Negara ia merupakan rantai perjuangan yang keberadaanya memberikan makna bagi siapapun yang berada di dekatnya, bahkan di sisi Allah ia mendapat tempat yang diberkati:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi. Kecuali orang yang beriman dan beramal kebaikan. Dan saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran”.
Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang kebaikannya tidak tertandingi, bukan hanya para sahabat dan orang-orang muslim saja yang pernah merasakan kebaikannya, bahkan orang kafir sekalipun. Dalam satu riwayat ada seorang kafir yang selama tiga hari berturut-turut meludahi Beliau ketika akan berangkat ke mesjid, pada hari yang ke empat sang kafir tidak lagi meludah karena sakit parah, dengan tanpa diduga-duga ternyata Rasulullah adalah orang yang pertama datang untuk menjenguk peludah tersebut. Lalu dengan tanpa ragu, diapun memeluk agama Islam, karena terharu dengan kebaikan Beliau.Subhanallah, ternyata ada manusia di atas dunia ini yang tidak mengambil “tindak” ketika dijahili. Ya Allah jadikan hati kami seperti hati kekasihMU.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebaikan itu masih sesuatu yang asing bagi kita, di antaranya ialah, Syaithan tidak akan pernah mencabut sumpahnya untuk menyesatkan anak adam sampai hari kiamat kelak, dan syaithan tidak menginginkan umat manusia masuk syurga karena amal kebaikan yang mereka lakukan, belum adanya keinginan yang kuat dari dalam diri untuk menjadi yang terbaik di hadapan Allah SWT, banyaknya interaksi sosial dengan masyarakat yang masih jauh dari kebaikan agama, makna kebaikan yang dikaburkan oleh syaithon di mata manusia. Untuk lebih jelasnya lagi mari kita ikuti simulasi di bawah berikut. Ketika si Ahmad sering meninggalkan sholat subuh, sering dimarah oleh ibunya, bahkan kadang-kadang di pukul. Nancy selalu diberikan mainan yang baru, padahal yang lama masih bagus. Pada peristiwa yang menimpa Ahmad di atas akan membuat ia berfikiran negatif terhadap orang tuanya, dan si Nancy akan beranggapan orang tuanya amat menyayanginya. Begitulah kita dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan menganggap orang lain itu baik ketika ia menguntungkan, dan sebaliknya kita akan menganggap orang lain itu jahat ketika ia merugikan. Padahal alat ukur kebaikan itu adalah agama bukan hawa nafsu, sedangkan kunci dari pada kebaikan itu adalah hati. Karena hati orang bisa mulia, dan karena hati orang bisa terhina.
“ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, jika darah itu baik maka baik pula amalan tubuhnya, jika darah itu buruk maka buruk pula amalan tubuhnya, ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan darah itu adalah hati”.
Pancaran kebaikan hati akan Nampak dari wajah hamba-Nya yang senantiasa beramal ibadah dan mencintai kebaikan yang tolak ukurnya adalah Al Qur’an dan As Ssunah.
Dan menjadi fitrah manusia untuk mencintai kebaikan, karena kebaikan adalah keindahan yang memukau.
Oleh Abdurrahman Yusak